Masalah Yang Dihadapi Saat Memelihara Ikan Nila

Pada artikel sebelumnya saya telah meceritakan beberapa keuntungan yang mungkin saja kita dapatkan saat mencoba untuk membudidayakan ikan nila ataupun ikan mujaer. Tetapi pada artikel kali ini saya ingin mencoba untuk menjelaskan kepada para pembaca tentang beberapa kendala dan juga masalah yang kami hadapi saat ini di daerah kami, dalam mengembangkan budidaya ikan Nila.

Salah satu masalah terbesar yang kami hadapi untuk membudidayakan berbagai jenis ikan adalah dari segi ketersediaan air. Pertama daerah kami adalah daerah yang cukup kering, dan kebanyakan masyarakat di daerah kami memanfaat air sumur sebagai sumber air utamanya, sedangkan air dari PDAM, baru ada sambungan pipa yang masuk sekitar 1,5 tahun yang lalu. Yang banyak menjadi kendala kami adalah pada saat musim kemarau yang berkepanjangan seperti yang terjadi pada tahun lalu, yang membuat banyak sumur warga di daerah kami menjadi mengering. Dan hal seperti ini pasti juga akan berimbas pada usaha pembudidayaan perikanan di daerah kami.

Jenis ikan nila adalah jenis ikan air tawar yang senang dengan kondisi air yang bersih, dan juga senang dengan sirkulai air yang mengalir konstan. Dan ini pasti akan sangat menghambat jika kita tidak memiliki sumber air baku dalam jumlah yang banyak dan melimpah, karena jika hanya mengandalkan air sumur saja, maka akan sangat boros dari segi biaya pompa airnya, belum lagi jika memasuki musim kemarau maka air sumur sudah tidak dapat diandalkan lagi.

Karena itu jika ingin memelihara ikan jenis ini sebaiknya harus memiliki kondisi lahan yang dekat dengan sumber air yang melimpah, misalnya saja sungai atau saluran irigasi. Hal ini berkaitan dengan kondisi air di dalam kolam pemeliharaan yang harus berada dalam kondisi yang bersih, sehingga kita harus sesering mungkin untuk melakukan pergantian air. Karena akan menjadi tidak ekonomis lagi jika memeliharanya di dalam kolam yang hanya mengandalkan air sumur saja, karena biaya listrik dari pompa air juga akan menjadi sangat besar.

Yang menjadi masalah kedua saat kami akan mengembangkan ikan nila di tempat kami adalah dari segi kemampuan ikan nila dalam mentoleransi kepadatan di dalam kolam. Jadi, ikan nila tidak memiliki kemampuan seperti ikan lele yang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang sangat padat. Jadi, dengan ukuran kolam yang sama kami bisa mengisi ikan lele dengan jumlah yang lebih banyak bila dibandingkan dengan ikan nila. Misalkan saja seperti di daerah kami, yaitu untuk kolam ukuran 2x3m bisa kami isi dengan 3.000 ekor bibit ikan lele, tetapi dengan ukuran yang sama kami hanya bisa mengisi dengan 500 ekor bibit ikan nila.

Yang menjadi masalah ketiga dalam pengembangan ikan nila di daerah kami, yaitu dari segi waktu panennya. Biasanya untuk ikan lele sejak tebar bibit sampai panen bisa memakan waktu mulai 2,5 bulan sampai 3 bulan. Tetapi jika beternak ikan nila, dari mulai menebar bibit sampai panen bisa memakan waktu hingga 6 bulan. Jadi, jika membudidayakan ikan lele kami sudah bisa panen sampai dua kali, maka jika kami membudidayakan ikan nila baru sekali panen.

Itu adalah beberapa kendala yang ada di daerah kami dalam melakukan pengembangan untuk budidaya ikan nila, tetapi saya tidak menutup kemungkinan bahwa untuk di daerah lain di tempat para pembaca, ada yang memiliki kondisi lahan yang lebih menguntungkan, bila dibandingkan dengan kondisi di daerah kami ini, sehingga bisa lebih sukses dalam mengembangkan ikan nila ini.

    • Romano on 31 Agustus 2016 at 1:39 pm

    Reply

    Mengatasi kecebong gimana ya…. jengkel kolam penuh kecebong….

      • Remi on 1 September 2016 at 8:28 pm
      • Author

      Reply

      sebenarnya saya juga kualahan mengatasi serangan katak,
      jika bertemu katak selalu sebisa mungkin saya bunuh, dan kalau ternyata kataknya sudah bertelur maka sebisa mungkin telurnya saya bersihkan

      kalau sekarang saya pakai drum kecil-kecil, lalu saya tutup pakai jaring paranet, jadi kataknya tetap ada tetapi sudah tidak bisa bertelur lagi.

      pernah saya mengalami ikan hias saya satu kolam habis dimakan sama kecebong dan katak itu, makanya saya pakai drum bekas itu

    • Romano on 4 September 2016 at 10:09 am

    Reply

    Wah blh jg…. drum kcl2 tsb sebagai apa ya boz? Sy njaringin sih sdh. Tapi telur kodok kan spt benang, ada bulatan kcl2 htm. Ttp aj nelur di jaring, jd ttp sj ad “benang” yg nyampe k klm.

    Njalain kecebong di kolam 2x5x1 bnr2 bikin hbs wkt, tenaga, ikan2 jg stress diobok2.

      • Remi on 5 September 2016 at 5:41 am
      • Author

      Reply

      Saya menggunakan tong sebagai pengganti kolam, tetapi kalau kakak saya, menggunakan kolam dari beton jadi jaringnya tinggal dibentangkan di atas kolamnya lalu diperkuat dengan diikat tali karet ban dalam, tujuannya biar jaring tersebut tetap kuat menutup drum atau kolam.

      Kalau saya pakai tong, kodok yang telurnya seperti benang itu tidak bisa naik, karena kodok itu tidak bisa loncat tinggi, meskipun bisa naik tetapi tidak bisa sampai bertelur, karena yang bisa naik hanya yang jantan. Lagi pula untuk bertelur kodok tersebut juga sulit karena harus masuk ke dalam airnya dulu, sementara kodok tersebut tertahan pada jaring di atas drum.

      Yang jadi masalah adalah kodok pohon atau kodok daun yang telurnya bisa digantung pada jaring drum, lagipula kodok jenis ini bisa loncat tinggi dan memanjat jauh, jadi kadang bisa meletakkan telurnya di pohon yang ada di atas drum kita. Cuma telurnya tidak menyebar, jadi lebih mudah untuk dibersihkan, kalau kodok daun ini telurnya seperti bola spons berwarna putih, dan telurnya baru diletakkan di dalam bola tersebut.

Tinggalkan Balasan ke Remi Batalkan balasan