Perubahan Sifat, Perilaku, dan Bentuk Tubuh Cacing Sutra setelah diternakkan

Setelah hampir dua tahun mencoba untuk beternak cacing sutra dengan cara saya sendiri, ternyata banyak sekali perubahan yang terjadi pada cacing sutra yang saya pelihara, dan perubahan tersebut terjadi mulai dari bentuk tubuh, sifat, prilaku dan kondisi fisik.

Saya rasa perubahan cacing sutra, yang saya pelihara ini akan semakin menarik saja, karena saya sendiri tidak tahu perubahan apa lagi yang akan terjadi, pada cacing-cacing tersebut setelah ini.

Contoh perubahan tersebut misalnya, pada awalnya beternak dulu, ukuran tubuh dari cacing sutra yang saya beli cukup besar-besar, lalu setelah beberapa bulan saya pelihara, sepertinya cacing yang ukurannya besar tersebut mati, dan sepertinya bangkai dari cacing yang besar tersebut dapat langsung dimakan oleh cacing yang masih kecil.

Tetapi yang menarik yaitu, ukuran tubuh dari cacing yang baru lahir tersebut menjadi tipis-tipis, dan sepertinya tidak ada cacing yang bisa mencapai ukuran besar. Jadi, meskipun jumlah cacing sutra ini semakin banyak, tetapi ukuran tubuh cacing ini sangat tipis sekali. Berbeda sekali dari indukan starternya. Nampaknya, ada makanan cacing sutra yang berasal dari alam, yang bisa membuat ukuran badannya menjadi besar.

Yang paling unik menurut saya adalah perubahan prilaku dari cacing sutra ini, karena indukan mereka adalah cacing liar yang berasal dari alam, sehingga mereka memiliki sifat yang liar dan tidak mengerti soal diberi makan. Cacing liar ini mudah stress, dan gampang mati, apalagi jika sampai aliran air yang mengairi media budidaya tersendat.

Sedangkan anakan cacing sutra yang lahir pada media budidaya saya, mereka sepertinya sudah sangat jinak, mereka tidak takut lagi saat diangkat menggunakan tangan, bahkan mereka tampak sangat pasrah, bahkan cacing-cacing ini sudah mulai mengerti soal pemberian pakan.

Dan yang paling membuat saya terkejut, adalah percobaan saya yang ingin tahu berapa lama cacing sutra yang lahir dari budidaya tersebut dapat bertahan hidup, saat aliran air yang biasa mengairi medianya saya hentikan total.

Dan ternyata mereka bisa hidup lebih dari dua hari tanpa aliran air sama sekali, meskipun cacing-cacing tersebut tidak mati, tetapi karena tidak ada air, maka mereka mulai berenang ke dekat permukaan air, bahkan ada beberapa cacing yang mulai memanjat keluar dari media budidayanya.

Yang jadi masalah berikutnya, ternyata cacing yang keluar media budidaya atau yang berengang di dekat permukaan, ternyata adalah mangsa yang menarik untuk semut. Sehingga banyak semut yang memancing di media budidaya tersebut, bahkan saya melihat banyak semut yang membawa potongan tubuh cacing sutra.

Selain semut ternyata kemunculan cacing sutra ke permukaan juga mengundang katak untuk datang mendekat, sehingga jumlah cacing yang dimangsa oleh semut dan katak menjadi cukup banyak jumlahnya, bahkan lebih dari setengahnya. Karena alasan ini, maka uji coba soal ketahanan cacing sutra yang tidak diberi aliran air, terpaksa saya hentikan.

Tetapi setidaknya saya tahu bahwa cacing sutra ini masih dapat hidup selama beberapa hari meskipun aliran sirkulasi airnya dihentikan total. Berbeda dengan cacing liar yang ditangkap di alam, mereka bisa langsung mati jika selama beberapa jam aliran airnya mati.

Selain itu cacing sutra milik saya tidak menggoyang-goyangkan tubuhnya untuk mendapatkan makanan, seperti halnya cacing liar yang baru saja ditangkap di alam. Karena bentuk pakan yang saya berikan adalah pakan ikan (pelet) yang tenggelam, dan letaknya ada di sekitar koloninya, sehingga membuat sikap cacing tersebut hanya tinggal menarik pakan tersebut masuk ke dalam koloninya.

Lagi pula air yang saya gunakan untuk mengairi media cacing sutra ini adalah air bersih, yang tidak mengandung makanan, maka sepertinya cacing sutra ini sudah mulai kehilangan kemampuannya untuk menggoyang-goyangkan badannya.

Tinggalkan Balasan