Cerita Awal Tentang Mengkonsumsi Daging Anjing

Saya sendiri memang tinggal di daerah sekitar pondok pesantren yang cukup besar, sehingga kehidupan masyarakatnya menjauhi yang namanya anjing dalam semua bentuk. Tetapi yang namanya budaya tetap tidak dapat dihilangkan begitu saja, karena ada beberapa orang dari daerah saya yang masih saja mengkonsumsi daging anjing, tetapi hal ini memang berada di luar agama, karena bagi sebagian masyarakat di sekitar rumah saya, mengkonsumsi daging anjing sudah seperti budaya.

Menurut penuturan dari orang-orang tua dulu, bahwa daerah sekitar tempat tinggal saya sekarang, dahulu merupakan wilayah yang cukup parah dalam mengalami krisis pangan, kejadian tersebut bisa dibilang terjadi semenjak awal dari perang dunia ke 2, lalu krisis pangan semakin bertambah parah saat Bangsa Jepang mulai masuk ke Indonesia.

Dan ternyata pada saat Bangsa Indonesia sudah merdekapun, ternyata kondisi krisis pangan tersebut juga tidak kunjung membaik, bahkan menurut cerita bahwa kondisi ini semakin parah ketika menjelang peristiwa ’65, dan kelaparan tersebut masih berlangsung beberapa waktu setelahnya.

Karena itu tidak heran jika pada saat itu, masyarakat berusaha untuk mencari apapun yang bisa dimakan, jadi pada saat itu masyarakat beramai-ramai, mencari dan mengeksplorasi seluruh daerah, mencari bahan makanan tersebut. Bahkan pada saat itu ada banyak sekali uji coba terhadap bahan-bahan makanan baru, yang sebelumnya belum mereka kenal.

Saya dengar bahwa pada masa itu, masyarakat juga mulai mengenal yang namanya bekicot, berbagai jenis ulat, berbagai jenis jamur. Saya mendengar cerita bahwa sebelum Jepang masuk ke Indonesia, bahwa ada beberapa daerah di sekitar rumah saya yang masih ada buayanya, terutama yang berdekatan dengan sungai-sungai besar. Lalu saat wabah kelaparan semakin meluas, maka masyarakat yang sebelumnya takut dengan buaya, mulai bertindak nekat untuk berburu buaya tersebut untuk diambil dagingnya. Dan sekarang, sudah tidak ada lagi yang namanya buaya di sekitar rumah saya.

Karena kondisi seperti yang saya katakan di atas, maka tidak heran jika masyarakat di sekitar rumah saya juga mulai mengkonsumsi daging anjing sebagai bahan pangan, hal ini terjadi karena kondisi yang memang sangat tidak memungkinkan, dan memaksa mereka untuk melakukannya.

Tetapi sekarang setelah puluhan tahun Indonesia merdeka, dan hidup sudah jauh lebih baik. Ternyata kebiasaan masyarakat yang mengkonsumsi daging anjing dan berbagai kuliner ekstrem lainnya juga tidak terlalu banyak berubah. Sepertinya hal seperti ini terjadi bukan karena himpitan ekonomi lagi, tetapi lebih seperti mewarisi budaya yang sudah berjalan sangat lama.

Sepertinya luka akibat perang dan kesulitan hidup yang terjadi pada saat itu, tidak akan bisa hilang begitu saja, bahkan pengalam itu masih terus diturunkan pada anak cucu mereka sampai sekarang, jadi tidak heran bahwa generasi muda di sekitar saya masih ada yang trauma dengan perang, meskipun faktanya mereka tidak mengalami sendiri masa sulit tersebut.

Jika konsumsi minuman keras untuk mengiringi konsumsi daging anjing, bahwa sebenarnya dulu digunakan orang untuk melupakan sejenak penderitaan akibat perang. Tetapi sekarang sepertinya digunakan oleh anak muda untuk gaya-gayaan saja, atau terkadang juga digunakan untuk melupakan permasalah hidup yang mereka hadapi saat ini.

Tinggalkan Balasan